JAKARTA, TERKINI.CO – Peringatan hari Pembantaian dan  Tragedi Muslim Rohingnya yang setiap tahunnya dilakukan pada tanggal 10  Juni, di Jakarta hari ini (Rabu, 10 Juni 2015) akan berlangsung di  Bundaran Hotel Indonesia.
Aksi ini diselenggarakan oleh masyarakat dan mahasiswa yang tergabung  dalam Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Rohingnya (AMMPERA).
Dalam rilisnya, AMMPERA mengajak masyarakat Indonesia untuk bersama-sama  bergabung mengungkapkan perasaan dan kepedulian terhadap penderitaan  dan kedzaliman yang menimpa muslimin Rohingnya.
Aksi ini sekaligus sebagai momentum peringatan atas tragedi pembantaian  besar-besaran terhadap Muslim Rohingnya di Arakan Myanmar yang terjadi  pada 10 Juni 2012, pembakaran sedikitnya 40 kampung muslim di Arakan,  serta warganya dibantai dan diusir.
Menurut Direktur Arakan News Agency, Shalah Abdul Shakur kepada  Islamicgeo.com, aksi ini secara serempak akan berlangsung di berbagai  belahan penjuru dunia, Malaysia, Mesir bahkan Suriah.
Menurut kordinator aksi, Saifurrijal, aksi akan dimulai pada pukul 13:30  dengan menggunakan desscode bebas di Bundaran Hotel Indonesia, Rabu  (10/6/2015).

Akan hadir sejumlah tokoh yang akan menjadi orator dalam aksi ini,  seperti Heru Susetyo dari PAHAM (Pusat Advokasi Hak Asasi Manusia),  Fahmi Salim mewakili MIUMI (Majelis Intelektual Muslim Indonesia),  Shalah Nur dari GRC (Global Rohinya Centre), Ahmad Hidayat dari FSLDK  JADEBEK (Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus Jakarta Depok Bekasi),  Ibrohim dari KOMA (Komunitas Ma’tsurat, Adi mewakili Garuda Keadilan dan  Agas dari YI LEAD(Young Islamic Leaders).
Sebagai informasi Ribuan Muslim Rohingnya dibantai, dibunuh, diusir, dan  kini mereka terombang ambing di lautan. 12.000 pengungsi Rohingnya kini  mencari perlindungan di Indonesia. Kabar terakhir, sekitar 600an  pengungsi kembali tiba diperairan Aceh setelah terombang ambing di  lautan selama 2 bulan lamanya. Mereka lapar, kehausan, banyak juga yang  kehilangan tempat tinggal dan sanak saudara.
Mereka pergi mengungsi setelah di kampung halaman mereka, di Myanmar  mereka diburu, dibunuh, dibantai dan rumah-rumah mereka dibakar.  Ironisnya, pemerintah Myanmar sendiri malah diam berpangku tangan tak  peduli nasib rakyatnya. Bahkan negara-negara di ASEAN enggan menampung  dan membantu mereka. Sungguh Ironi, ketika di lain sisi negara-negara  dunia menolak penindasan, di sisi lain mereka diam akan tragedi  kemanusiaan di depan mata mereka.[Anas]